Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang Pendidikan Karakter

Februari 14, 2016


Ki Hadjar Dewantara telah jauh berpikir dalam masalah pendidikan karakter. Mengasah kecerdasan budi sungguh baik, karena dapat membangun budipekerti yang baik dan kokoh, hingga dapat mewujudkan kepribadian (persoonlijkhheid) dan karakter (jiwa yang berasas hukum kebatinan). Jika itu terjadi orang akan senantiasa dapat mengalahkan nafsu dan tabiat-tabiatnya yang asli (bengis, murka, pemarah, kikir, keras, dan  lain-lain) (Ki Hadjar Dewantara dalam Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa: 1977: 24).

Selanjutnya Ki Hadjar Dewantara mengatakan, yang dinamakan “budipekerti” atau watak atau dalam  bahasa asing disebut “karakter” yaitu “bulatnya jiwa manusia” sebagai jiwa yang “berasas hukum kebatinan”. Orang yang memiliki kecerdasan budipekerti itu senantiasa memikir-mikirkan dan merasa-rasakan serta selalu memakai ukuran, timbangan, dan dasar-dasar yang pasti dan tetap. Itulah sebabnya orang dapat kita kenal wataknya dengan pasti; yaitu karena watak atau budipekerti itu memang bersifat tetap dan pasti.

Budipekerti, watak, atau karakter, bermakna bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan, yang menimbulkan tenaga. Ketahuilah bahwa “budi” itu berarti pikiran – perasaan – kemauan, sedang “pekerti” itu artinya “tenaga”. Jadi “budipekerti”  tu sifatnya jiwa manusia, mulai angan-angan hingga terjelma sebagai tenaga. Dengan “budipekerti” itu tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri (mandiri, zelfbeheersching). Inilah manusia yang beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan. Jadi teranglah di sini bahwa pendidikan itu berkuasa untuk mengalahkan dasar-dasar dari jiwa manusia, baik dalam arti melenyapkan dasar-dasar yang jahat dan memang dapat dilenyapkan, maupun dalam arti “naturaliseeren” (menutupi, mengurangi) tabiat-tabiat jahat yang “biologis” atau yang tak dapat  lenyap sama sekali, karena sudah bersatu dengan jiwa.

Lebih lanjut Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa; Pendidikan ialah usaha kebudayaan yang bermaksud memberi bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa raga anak agar dalam kodrat pribadinya serta pengaruh lingkunganannya, mereka memperoleh kemajuan lahir batin menuju ke arah adab kemanusiaan. Sedang yang dimaksud adab kemanusiaan adalah tingkatan tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia yang berkembang selama hidupnya. Artinya dalam upaya mencapai kepribadian seseorang atau karakter seseorang, maka adab kemanusiaan adalah tingkat yang tertinggi. Dari definisi pendidikan tersebut terdapat dua kalimat kunci yaitu; “tumbuhnya jiwa raga anak” dan “kemajuan anak lahir-batin‟. Dari dua kalimat kunci tersebut dapat dimaknai bahwa manusia bereksistensi ragawi dan rokhani atau berwujud raga dan jiwa. Adapun pengertian jiwa dalam budaya bangsa meliputi “ngerti, ngrasa, lan nglakoni” (cipta, rasa, dan karsa). Kalau digunakan dalam istilah psikologi, ada kesesuaiannya dengan aspek atau domain kognitif, domain emosi, dan domain psikomotorik atau konatif.

Ki Hadjar Dewantara lebih lanjut menegaskan bahwa pendidikan itu suatu tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Ini berarti bahwa hidup tumbuhnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak para pendidik. Anak itu sebagai makhluk, sebagai manusia, sebagai benda hidup teranglah hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Seperti yang termaktub di muka, maka apa yang dikatakan kekuatan kodrati yang ada pada anak itu tidak lain ialah segala kekuatan di dalam hidup batin dan hidup lahir dari anak-anak itu, yang ada karena kekuatan kodrat. Kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu.

Dari konsepsi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Ki Hadjar Dewantara ingin; a) menempatkan anak didik sebagai pusat pendidikan, b) memandang pendidikan sebagai suatu proses yang dengan demikian bersifat dinamis, dan c) mengutamakan keseimbangan antar cipta, rasa, dan karsa dalam diri anak. Dengan demikian pendidikan yang dimaksud oleh Ki Hadjar Dewantara memperhatikan keseimbangan cipta, rasa, dan karsa tidak hanya sekedar proses alih ilmu pengetahuan saja atau transfer of knowledge, tetapi sekaligus pendidikan juga sebagai proses transformasi nilai (transformation of value). Dengan kata lain pendidikan adalah proses pembetukan karakter manusia agar menjadi sebenar-benar manusia.

Sumber: staff.uny.ac.id

You Might Also Like

1 komentar