Pages

  • Home
  • Contact
  • Shop
  • Shop
  • Shop

Edukasi Tulungagung

  • https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhB8hTjOnOUJC906RspLGiJnx2DiymiViChiNVE8G6RNPtSb1ob3kj-mt-qxnK_-_WOljlZL14uiB3emOFaaDMJRJFVtb_vzR8gtzHU-G2WeBEdkFy-mS91oMvT4SbudrSO1zcN8nWHORnz/s1600/group_students.jpg
    Finlandia berpenduduk sebesar lima juta jiwa mendiami lebih dari 330.000 km² sehingga negara ini terdapat dalam urutan ke-162 dalam kepadatan penduduk di dunia. “Sejak awal abad ke-19, kebijakan pendidikan Finlandia telah menegaskan mengenai prinsip-prinsip kesetaraan dakam pengembangan sistem pendidikan. Regulasi tentang pembentukan sekolah umum (common school) telah dilakukan sejak tahun 1866. Keterkaitan antara pendidikan masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi telah dirancang sejak awal. Pendidikan kepada masyarakat sebagai bagian dari national building telah dilakukan Finlandia sebelum kemerdekaannya pada tahun 1917. Setelah itu legislasi tentang sekolah dan kesetaraan akses untuk sekolah diperkuat lagi pada sistem pendidikan di Finlandia. Setelah tahun 1921 wajib sekolah secara formal telah diperkuat dengan payung hukum dan setiap anak yang berumur 7 dan 12 tahun diwajibkan untuk sekolah”

    Semuanya itu tidak lepas dari lonjakan perkembangan pendidikan yang dilakukan Finlandia. Dari tahun 2000 sampai tahuun 2009 Finlandia masuk ke jajaran top di peringkat PISA (Programme for International Student Assessment). Dengan sumber daya yang terbatas dan anggaran yang lebih kecil ($3.000 dollar lebih kecil dari Amerika, dihitung per anak) Finlandia mampu menghasilkan siswa-siswa yang lebih unggul dari pada siswa-siswa di Amerika dalam bidang science dan Matematika.

    Berawal dari kebijakan eksekutif Finlandia yang menginginkan Negara mereka maju dalam bidang tekhnologi. Pada tahun 1990 Finlandia melakukan desentralisasi pendidikan dan mengadakan beberapa kebijakan utama seperti: kurikulum nasional yang ketat, gelar master bagi semua guru bukan lagi sarjana, dalam satu kelas terdapat sampai tiga guru (dua guru fokus pada penyampaian materi, satu guru menemani mereka yang masih tertinggal dalam pelajaran). Yang menjadi perhatian adalah bahwa perubahan politik yang terjadi di Finlandia tidak merubah kebijakan pendidikan, sehingga apa yang diprogramkan terus berjalan. Hasilnya hanya dalam 14 tahun Finlandia menjadi Negara dengan pendidikan nomor satu di dunia dengan tingkat drop out siswa hanya 2%.


    Sistem pendidikan Finlandia dimulai dengan pendidikan dasar (basic shool) pada sekolah komprehensif yang merupakan wajib belajar bagi anak usia 7–16 tahun, yang termasuk pendidikan dasar ini adalah sekolah dasar (primary shool) dan sekolah menengah pertama (lower secondary school), keduanya memerlukan waktu 9 tahun. Selanjutnya siswa melanjutkan ke sekolah lanjutan atas (secondary school) yang terdiri atas vocational schoolyang disiapkan untuk tenaga profesional dengan melanjutkan pendidikan ke politeknik, dan upper secondary school yang disiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke universitas.

    Pendidikan dasar di Finlandia diselenggarakan selama 9 tahun. Hal ini terkait erat dengan revolusi sistem pendidikan Finlandia yang dilakukan sejak tahun 1968 ketika dilakukan penghapusan sistem pendidikan berjenjang (parallel school system). Sistem pendidikan Finlandia tidak lagi mengenal sistem pendidikan menengah pertama, atau setara dengan pendidikan di tingkat Sekolah Menegah Pertama (SMP) di Indonesia. Sejak tahun 1968, Finlandia mengadopsi sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun.

    Sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan Dasar No.628 Tahun 1998, seluruh anak yang tinggal menetap di Finlandia, dan telah memasuki usia 7 tahun, wajib mengenyam pendidikan wajib dasar 9 tahun dan berakhir ketika seluruh silabus pendidikan dasar 9 tahun telah diselesaikan, atau 10 tahun sejak dimulainya wajib belajar. Orang tua atau wali siswa dalam usia wajib belajar wajib menyekolahkan anaknya untuk mengikuti program wajib belajar. Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dasar tanpa dipungut biaya untuk seluruh anak yang tinggal di kekuasaan wilayah administratifnya.

    Usia merupakan satu-satunya persyaratan untuk masuk mengikuti pendidikan dasar. Seorang anak dapat diberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan dasar satu tahun lebih awal dari usia yang telah ditetapkan, apabila ada bukti tertulis yang menyatakan bahwa sang anak telah siap mental dan psikis, serta kemampuan untuk mengikuti pelajaran pendidikan dasar di sekolah. Persyaratan yang sama juga diterapkan terhadap anak yang hendak mengikuti pendidikan dasar ketika usianya lebih tua satu tahun dari usia yang ditetapkan.

    Di Finlandia, tidak ada kewajiban untuk mengenyam pendidikan di institusi formal pendidikan di sekolah. Wajib belajar 9 tahun dapat ditempuh dengan cara belajar di luar institusi pendidikan formal sekolah, misalnya belajar di rumah secara mandiri. Bila demikian halnya, pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk mengawasi perkembangan belajar anak. Orang tua dan wali siswa dari anak yang dikenakan wajib belajar wajib memberikan jaminan bahwa anaknya akan menyelesaikan program wajib belajar. Jumlah anak yang mengenyam pendidikan dasar di luar sekolah sangat minim.

    Pendidikan wajib dasar diawasi oleh pemerintah daerah dengan cara mendata seluruh nama anak dalam usia wajib belajar. Orang tua dan wali siswa akan selalu diingatkan untuk memasukkan anaknya ke sekolah ketika usianya telah memenuhi syarat. Kepala Sekolah mendata seluruh pendaftaran sekolah. Ketika terdapat anak dalam usia wajib belajar tidak terdaftar, orang tua atau wali siswa akan diberitahukan. Jika anak masih juga belum dimasukkan sekolah maka orang tua sang anak akan dikenakan denda administratif untuk kelalaiannya menyekolahkan anak.

    Bagi mereka yang tidak lagi masuk dalam usia wajib belajar, namun belum pernah, atau tidak menyelesaikan pendidikan wajib dasar, dapat menerima pendidikan dasar dari pusat pendidikan orang dewasa, baik yang dimiliki oleh Pemerintah maupun Swasta.

    Pendidikan, pengajaran, buku ajar, transportasi sekolah dan makanan siswa di tingkat wajib belajar 9 tahun di sekolah umum/pemerintah disediakan secara gratis. Satu tahun ajaran pendidikan dasar terdiri dari 190 hari sekolah, di mulai pada pertengahan bulan Agustus, dan berakhir pada awal bulan Juni tahun berikutnya. Dalam satu tahun ajaran, terdapat libur musim panas selama 2 bulan.

    Penyelenggaraan pendidikan dasar Finlandia diatur oleh Kurikulum Inti Nasional untuk Pendidikan Dasar (National Core Curriculum for Basic Education 2004), yang diterbitkan oleh Badan Pendidikan Nasional Finlandia. Kurikulum inti pendidikan dasar menetapkan bahwa siswa jenjang pendidikan dasar wajib memenuhi dan menuntaskan seluruh silabus pelajaran. Silabus pendidikan dasar Finlandia terdiri dari 20 mata pelajaran, yang diberikan pada tingkatan kelas tertentu, yaitu:
    1.    Bahasa Ibu dan Sastra (Mother Tongue and Literature): Dari kelas 1–9
    2.    Bahasa Asing 1: Biasanya Bahasa Inggris, diberikan dari Kelas 1–9
    3.    Bahasa Asing 2: Biasanya Bahasa Latin, diberikan dari kelas 1-9
    4.    Matematika (Mathematics): Dari kelas 1–9
    5.    Pendidikan Lingkungan Alam (Environmental Studies): Dari kelas 1–4
    6.    Biologi (Biology): Dari kelas 5–9
    7.    Geografi (Geography): Dari kelas 7–9
    8.    Fisika (Physiscs): Dari kelas 5–9
    9.    Kimia (Chemistry): Dari kelas 7–9
    10.    Pendidikan Kesehatan (Health Education): Kelas 7–9
    11.    Pelajaran Agama (Religion): Terdapat 2 pelajaran agama, yakni, Luthera atau Orthodoks, dari kelas 1–9
    12.    Etika (Ethics): Kelas 1–9
    13.    Pelajaran Sejarah (History): Kelas 5–9
    14.    Pelajaran Studi Sosial (Social Studies): Kelas 7–9
    15.    Musik (Music): Kelas 1–9
    16.    Seni Visual (Visual Arts): Kelas 1–9
    17.    Kerajinan Tangan (Crafts): Kelas 1–9
    18.    Pendidikan Olah Raga (Physical Education): Kelas 1–9
    19.    Kerumahtanggaan (Home Economics): Kelas 7–9
    20.    Bimbingan Belajar dan Keterampilan (Educational and Vocational Guidance): Kelas 1-9

    Sumber: jurnal.upi.edu
    Continue Reading
    http://www.ccsdli.org/imageGallery/LBrehm17342/shared/friendship-circle-clip-art.jpg
    Pemerintah Indonesia telah merumuskan kebijakan dalam rangka pembangunan karakter bangsa. Dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 ditegaskan bahwa karakter merupakan hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Olah hati terkait dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan, olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif, olah raga terkait dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas, serta olah rasa dan karsa berhubungan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan (Pemerintah RI, 2010: 21).

    Nilai-nilai karakter yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut:
    1.Karakter yang bersumber dari olah hati antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik;
    2.Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif,  inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif;
    3.Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih; dan
    4.Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.

    Dari nilai-nilai karakter di atas, Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) mencanangkan empat nilai karakter utama yang menjadi ujung tombak penerapan karakter di kalangan peserta didik di sekolah, yakni jujur (dari olah hati), cerdas (dari olah pikir), tangguh (dari olah raga), dan peduli (dari olah rasa dan karsa).

    Dengan demikian, ada banyak nilai karakter yang dapat dikembangkan dan diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah. Menanamkan semua butir nilai tersebut merupakan tugas yang sangat berat. Oleh karena itu, perlu dipilih nilai-nilai tertentu yang diprioritaskan penanamannya pada peserta didik.

    Direktorat Pembinaan SMP Kemdiknas RI mengembangkan nilai-nilai utama yang disarikan dari butir-butir standar kompetensi lulusan (Permendiknas No. 23 tahun 2006) dan dari nilai-nilai utama yang dikembangkan oleh Pusat Kurikulum Depdiknas RI (Pusat Kurikulum Kemdiknas, 2009). Dari kedua sumber tersebut nilai-nilai utama yang harus dicapai dalam pembelajaran di sekolah (institusi pendidikan) diantaranya adalah:
    1.)Kereligiusan, yakni pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.
    2.)Kejujuran, yakni perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.
    3.)Kecerdasan, yakni kemampuan seseorang dalam melakukan suatu tugas secara cermat, tepat, dan cepat.
    4.)Ketangguhan, yakni sikap dan perilaku pantang menyerah atau tidak pernah putus asa ketika menghadapi berbagai kesulitan dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehingga mampu mengatasi kesulitan tersebut dalam mencapai tujuan.
    5.)Kedemokratisan, yakni cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
    6.)Kepedulian, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah dan memperbaiki penyimpangan dan kerusakan (manusia, alam, dan tatanan) di sekitar dirinya.
    7.)Kemandirian, yakni  sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
    8.)Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, yakni berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.
    9.)Keberanian mengambil risiko, yakni kesiapan menerima risiko/akibat yang mungkin timbul dari tindakan nyata.
    10.)Berorientasi pada tindakan, yakni kemampuan untuk mewujudkan gagasan menjadi tindakan nyata.
    11.)Berjiwa kepemimpinan, yakni kemampuan mengarahkan dan mengajak individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dengan berpegang pada asas-asas kepemimpinan berbasis budaya bangsa.
    12.)Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
    13.)Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan YME.
    14.)Gaya hidup sehat, yakni segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
    15.)Kedisiplinan, yakni tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
    16.)Percaya diri, yakni sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.
    17.)Keingintahuan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
    18.)Cinta ilmu, yakni cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
    19.)Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, yakni sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
    20.)Kepatuhan terhadap aturan-aturan sosial, yakni sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.
    21.)Menghargai karya dan prestasi orang lain, yakni sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
    22.)Kesantunan, yakni sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.
    23.)Nasionalisme, yakni cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
    24.)Menghargai keberagaman, yakni sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama
    (Dit. PSMP Kemdiknas, 2010).

    Dari 24 nilai dasar karakter di atas, guru (pendidik) dapat memilih nilai-nilai karakter tertentu untuk diterapkan pada peserta didik disesuaikan dengan muatan materi dari setiap mata pelajaran (mapel) yang ada. Guru juga dapat mengintegrasikan karakter dalam setiap proses pembelajaran yang dirancang (skenario pembelajaran) dengan memilih metode yang cocok untuk dikembangkannya karakter peserta didik.

    sumber: staff.uny.ac.id
    Continue Reading

    Ki Hadjar Dewantara telah jauh berpikir dalam masalah pendidikan karakter. Mengasah kecerdasan budi sungguh baik, karena dapat membangun budipekerti yang baik dan kokoh, hingga dapat mewujudkan kepribadian (persoonlijkhheid) dan karakter (jiwa yang berasas hukum kebatinan). Jika itu terjadi orang akan senantiasa dapat mengalahkan nafsu dan tabiat-tabiatnya yang asli (bengis, murka, pemarah, kikir, keras, dan  lain-lain) (Ki Hadjar Dewantara dalam Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa: 1977: 24).

    Selanjutnya Ki Hadjar Dewantara mengatakan, yang dinamakan “budipekerti” atau watak atau dalam  bahasa asing disebut “karakter” yaitu “bulatnya jiwa manusia” sebagai jiwa yang “berasas hukum kebatinan”. Orang yang memiliki kecerdasan budipekerti itu senantiasa memikir-mikirkan dan merasa-rasakan serta selalu memakai ukuran, timbangan, dan dasar-dasar yang pasti dan tetap. Itulah sebabnya orang dapat kita kenal wataknya dengan pasti; yaitu karena watak atau budipekerti itu memang bersifat tetap dan pasti.

    Budipekerti, watak, atau karakter, bermakna bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan, yang menimbulkan tenaga. Ketahuilah bahwa “budi” itu berarti pikiran – perasaan – kemauan, sedang “pekerti” itu artinya “tenaga”. Jadi “budipekerti”  tu sifatnya jiwa manusia, mulai angan-angan hingga terjelma sebagai tenaga. Dengan “budipekerti” itu tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri (mandiri, zelfbeheersching). Inilah manusia yang beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan. Jadi teranglah di sini bahwa pendidikan itu berkuasa untuk mengalahkan dasar-dasar dari jiwa manusia, baik dalam arti melenyapkan dasar-dasar yang jahat dan memang dapat dilenyapkan, maupun dalam arti “naturaliseeren” (menutupi, mengurangi) tabiat-tabiat jahat yang “biologis” atau yang tak dapat  lenyap sama sekali, karena sudah bersatu dengan jiwa.

    Lebih lanjut Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa; Pendidikan ialah usaha kebudayaan yang bermaksud memberi bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa raga anak agar dalam kodrat pribadinya serta pengaruh lingkunganannya, mereka memperoleh kemajuan lahir batin menuju ke arah adab kemanusiaan. Sedang yang dimaksud adab kemanusiaan adalah tingkatan tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia yang berkembang selama hidupnya. Artinya dalam upaya mencapai kepribadian seseorang atau karakter seseorang, maka adab kemanusiaan adalah tingkat yang tertinggi. Dari definisi pendidikan tersebut terdapat dua kalimat kunci yaitu; “tumbuhnya jiwa raga anak” dan “kemajuan anak lahir-batin‟. Dari dua kalimat kunci tersebut dapat dimaknai bahwa manusia bereksistensi ragawi dan rokhani atau berwujud raga dan jiwa. Adapun pengertian jiwa dalam budaya bangsa meliputi “ngerti, ngrasa, lan nglakoni” (cipta, rasa, dan karsa). Kalau digunakan dalam istilah psikologi, ada kesesuaiannya dengan aspek atau domain kognitif, domain emosi, dan domain psikomotorik atau konatif.

    Ki Hadjar Dewantara lebih lanjut menegaskan bahwa pendidikan itu suatu tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Ini berarti bahwa hidup tumbuhnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak para pendidik. Anak itu sebagai makhluk, sebagai manusia, sebagai benda hidup teranglah hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Seperti yang termaktub di muka, maka apa yang dikatakan kekuatan kodrati yang ada pada anak itu tidak lain ialah segala kekuatan di dalam hidup batin dan hidup lahir dari anak-anak itu, yang ada karena kekuatan kodrat. Kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu.

    Dari konsepsi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Ki Hadjar Dewantara ingin; a) menempatkan anak didik sebagai pusat pendidikan, b) memandang pendidikan sebagai suatu proses yang dengan demikian bersifat dinamis, dan c) mengutamakan keseimbangan antar cipta, rasa, dan karsa dalam diri anak. Dengan demikian pendidikan yang dimaksud oleh Ki Hadjar Dewantara memperhatikan keseimbangan cipta, rasa, dan karsa tidak hanya sekedar proses alih ilmu pengetahuan saja atau transfer of knowledge, tetapi sekaligus pendidikan juga sebagai proses transformasi nilai (transformation of value). Dengan kata lain pendidikan adalah proses pembetukan karakter manusia agar menjadi sebenar-benar manusia.

    Sumber: staff.uny.ac.id
    Continue Reading
    Ki Hadjar Dewantara masa kecilnya bernama R.M. Soewardi Surjaningrat, lahir pada hari Kamis Legi, tanggal 02 Puasa tahun Jawa, bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1889 M. Ayahnya bernama G.P.H. Surjaningrat putra Kanjeng Hadipati Harjo Surjo Sasraningrat yang bergelar Sri Paku Alam ke-III. Ibunya adalah seorang putri keraton Yogyakarta yang lebih dikenal sebagai pewaris Kadilangu keturunan langsung Sunan Kalijogo.

    Ki Hadjar Dewantara pertama kali masuk Europeesche Lagere School. Setelah tamat dari Europeesche Lagere School, Ki Hadjar melanjutkan pelajarannya ke STOVIA, singkatan dari School Tot Opleiding Van Indische Arsten. Ki Hadjar tidak menamatkan pelajaran di STOVIA. Ki Hajar juga mengikuti pendidikan sekolah guru yang disebut Lagere Onderwijs, hingga berhasil mendapatkan ijasah.

    Bersama dengan Tjipto Mangunkusumo pada permulaan Juli 1913 membentuk “Committee tot Herdenking van Nederlandsch Honderdjarige Vrijheid” (panitia peringatan 100 tahun kemerdekaan Nederland) yang dalam bahasa Indonesia disingkat “Komisi Bumi Putra”. Panitia bermaksud akan mengeluarkan isi hati rakyat, memprotes adanya perayaan kemerdekaan Belanda karena rakyat Indonesia dipaksa secara halus harus memungut uang sampai ke pelosok-pelosok.

    Akibat terlalu banyak protes dalam artikel dan tulisan di brosur ketiga pemimpin Indische Party (tiga serangkai) ditangkap dan ditahan. Dalam waktu yang amat singkat, pada 18 Agustus 1913 keluarlah surat dari wali negara untuk ketiga pemimpin tersebut. Ketiganya dikenakan hukuman buang; Soewardi ke Bangka, Tjipto Mangunkusumo ke Banda Neira, dan Douwes Dekker ke Timur Kupang. Keputusan itu disertai ketetapan bahwa mereka bebas untuk berangkat keluar jajahan Belanda. Ketiganya ingin mengganti hukuman interniran dengan hukuman externir, dan memilih negeri Belanda sebagai tempat pengasingan mereka.

    Ketika di negeri Belanda perhatian Soewardi Soejaningrat tertarik pada masalah-masalah pendidikan dan pengajaran di samping bidang sosial politik. Ia menambah pengetahuannya dalam bidang pendidikan dan pada tahun 1915 memperoleh akte guru. Tokoh-tokoh besar dalam bidang pendidikan mulai dikenalnya, antara lain; J.J. Rousseau, Dr. Frobel, Dr. Montessori, Rabindranath Tagore, John Dewey, dan Kerschensteiner. Frobel ahli pendidikan terkenal dari Jerman pendiri “Kindergarten”. Montessori sarjana wanita dari Italia pendiri “Casa dei Bambini”. Rabindranath Tagore, pujangga terkenal dari India, pendiri perguruan “Santi Niketan”.

    Ki Hadjar Dewantara dan kawan-kawannya di lapangan perjuangan politik, dengan melalui berbagai rintangan, penjara dan pembuangan dengan segala hasilnya, menimbulkan pikiran baru untuk meninjau cara-cara dan jalan untuk menuju kemerdekaan Indonesia. Ki Hadjar Dewantara yang terus berjuang tak kenal lelah tersebut dalam menghadapi berbagai masalah, ternyata dia menaruh perhatian terhadap pendidikan karakter bangsa.


    sumber: staff.uny.ac.id

    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    INTRO

    Photo Profile
    Edukasi Tulungagung

    Merupakan sebuah komunitas pendidikan yang ada di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur

    Follow Us on Social Media

    • facebook
    • twitter
    • instagram

    Press

    press

    Labels

    anies baswedan arti pendidikan bapak pendidikan beasiswa beasiswa luar negeri Beranda buku buku teks CBT direktorat jenderal dpsd dpsma dpsmk dpsmp edukasiTA Erasmus fungsi pendidikan guru guru 2016 HARDIKNAS 2016 hari guru hari guru 2016 hariguru2016 Indonesia Info Beasiswa inspirasikiTA ki hadjar dewantara kuliah lomba lombafoto lombanulis lulus SMA/MA/SMK lulusan SMA/MA/SMK makna manajemen mendikbud menurut ki hadjar dewantara MOS MOS2016 muhadjir efendi nilai dasar pendidikan karakter organisasi pemenang Pendidikan pendidikan finlandia pendidikan Indonesia pendidikan karakter pendidikan nasional pengenalan lingkungan sekolah peraturan terbaru pergantian mendikbud perguruan tinggi permendikbud nomor 18 tahun 2016 persiapan peserta pidato menteri pendidika dan kebudayaan profil proses s1 s2 s3 sekolah smk tokoh ujian nasional unbk

    recent posts

    Blog Archive

    • Juli 2019 (1)
    • Februari 2018 (1)
    • Januari 2018 (2)
    • Desember 2016 (2)
    • November 2016 (1)
    • Oktober 2016 (2)
    • Juli 2016 (1)
    • Juni 2016 (1)
    • Mei 2016 (3)
    • April 2016 (1)
    • Maret 2016 (3)
    • Februari 2016 (4)
    • Mei 2015 (1)
    • April 2015 (3)

    Created with by BeautyTemplates

    Back to top