Organisasi Lembaga Pendidikan
Oktober 04, 2016
A.
Pengertian
Beberapa
definisi organisasi dari para ahli :
Louis A. Allen
(1960), Pengorganisaasian
adalah proses mengatur dan menghubungankan oekerjaan yang harus dilakukan,
sehingga tugas organisasi dapat diselesaikan secara efektif dan efisien oleh
orang-orang.
Edgar Schein
(1973), “An organization is the
rational coordination of the activity of the number of people for the
achievement of some common explicit of labor and function, and through a
hierarchy of outhority and responsibility”. (Suatu organisasi adalah koordinasi
rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum dari
tenaga kerja dan fungsi, serta dengan tingkatan hirarki dan tanggungjawab).
Ananda W.P
Guruge (1977), “Organization
is difened as arranging a complex of tasks into manageable units and defining
the formal relationship among the people who are assigned the various tasks”.
(Organisasi didefinisikan sebagai tatanan tugas yang kompleks yang dikelola oleh
suatu unit dan mendeskripsikan hubungan formal antara orang-orang yang
ditugaskan berbagai macam tugas).
SB
Hri Lubis (1987), Terdapat kesamaan pengertian dari keseluruhan definisi
organisasi yaitu pada dasarnya organisasi sebagai suatu kesatuan sosial dari
sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu
sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing,
yang sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas
yang jelas, sehingga dapat dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.
Robbins (1996), Organisasi dipandang
pula sebagai satuan sosial yang dikoordinasi secara sadar, yang tersususn atas
dua orang atau lebih, yang berfungsi atas dasar yang relatif terus- menerus
untuk mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama.
Sutarto (1998), Organisasi adalah
sistem saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan tertentu.
Dari
berbagai definisi para ahli mengenai organisasi, Pada intinya dapat disimpulkan
bahwa organisasi adalah koordinasi/secara rasional kegiatan sejumlah orang
untuk mencapai tujuan bersama yang dirumuskan secara eksplisit, melalui
peraturan dan pembagian kerja serta melalui hierarkhi kekuasaan dan tanggung
jawab. Organisasi dapat didefinisikan dengan
bermacam cara yang pada intinya mencakup berbagai faktor yang menimbulkan
organisasi yaitu kumpulan orang, ada kerjasama, dan tujuan yang telah
ditetapkan yang merupakan sistem yang saling berkaitan dalam kebulatan.
Suatu lembaga adalah
sistem hubungan sosial yang terorganisir yang mewujudkan nilai-nilai dan tata
cara umum tertentu dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat tertentu. Lembaga
termasuk diantara norma norma masyarakat yang paling resmi dan bersifat
memaksa. Kalau kebiasaan dan tata kelakuan disekitar suatu kegiatan yang
penting menjadi terorganisir ke dalam sistem keyakinan dan perilaku yang sangat
formal dan mengikat, maka suatu lembaga telah berkembang. Oleh karena itu suatu
lembaga mencakup :
1.) Seperangkat
perilaku yang telah distandarisasi dengan baik
2.) Serangkaian
tata kelakuan, sikap, nilai- nilai yang mendukung dan
3.) Sebentuk
tradisi, ritual, upacara dan perlengkapan-perlengkapan lainnya.
Lembaga dibentuk
berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
§ Cara.
Yang dimaksud dengan cara disisni adalah mengacu pada suatu keadaan dalam
masyarakat yang menggunakan symbol-simbol tertentuk untuk memaknai sebuah hal
atau peristiwa.
§ Kebisaan.
Yang dimaksud dengan kebiasan adalah prilaku masyaralat berulang secaar
terus-menerus dalam jangka waktu tertentu, sehingga perilaku tersebut sudah
menjadi kebisaan yang dsulit untuk dilupkan.
§
Adat Istiadat. Adalah suatu cara dan
prilaku masyarakat dalam memakanai kehidupan dalam bentuk upacara ritual, makan
adat istiada disini lebih mengacu pada nilai-nilai budaya yang dipegang oleh
masyarakat dan menjadi nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
Ada berbagai
definisi mengenai pendidikan menurut para ahli, antara lain:
Driyarkara
(1980), Pendidikan adalah
memanusiakan manusia. Sedangkan dalam Dictionary
of education, Pendidikan
adalah (a) Proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku
lainnya di dalam masyarakat tempat mereka hidup, (b) proses sosial yang terjadi
pada seseorang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol
(khususnya yang datang dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh
perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum. Dengan kata
lain pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan atas individu untuk menghasilkan
perubahan-perubahan yang sifatnya permanen (tetap) dalam tingkah laku, pikiran,
dan sikapnya.
Crow and Crow
(1960), “Modern educational
theory and practice not only are aimed at preparation for future living but
also are operative in determining the patern of present, day by day attitude
and behaviour.”
Pendidikan
tidak hanya dipandang sebagai sarana untuk persiapan hidup yang akan datang,
tetapi juga untuk kehidupan sekarang yang dialami individu dalam
perkembangannya menuju ke tingkat kedewasaannya.
Dari berbagai
definisi pendidikan menurut para ahli tersebut, dapat diidentifikasi beberapa
ciri pendidikan, antara lain yaitu :
–
Pendidikan mengandung
tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan
hidup.
–
Untuk mencapai tujuan
itu, pendidikan melakukan usaha yang terencana dalam memilih isi (materi),
strategi, dan teknik penilaiannya yang yang sesuai.
–
Kegiatan pendidikan
dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (formal dan non
formal).
Selain itu, dari
berbagai definisi pendidikan menurut para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Dari pengertian
masing-masing kata tersebut dapat diketahui definisi Organisasi Lembaga
Pendidikan adalah
koordinasi secara rasional sejumlah orang dalam membentuk
institusi pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan,
teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Demikian komleksnya
organisasi tersebut, maka dalam memberikan layanan pendidikan kepada siswa
khususnya dan masyarakat pada umumnya organisasi perlu dikelola dengan baik.
Oleh sebab itu lembaga pendidikan perlu menyadari adanya pergeseran dinamika
internal (perkembangan dan perubahan peran) dan tuntutan eksternal yang semakin
berkembang.
Struktur
Organisasi lembaga Pendidikan
Menurut E. Kast
dan James E. Rosenzweig (1974) struktur diartikan sebagai pola hubungan
komponen atau bagian suatu organisasi. Struktur merupakan sistem formal
hubungan kerja yang membagi dan mengkoordinasi tugas orang dan kelompok agar
tercapai tujuan.
Struktur
organisasi merupakan bentuk dari organisasi secara keseluruhan yang
menggambarkan kesatuan dari berbagai segmen dan fungsi organisasi yang
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, ukuran, jenis teknologi yang digunakan,
dan sasaran yang hendak dicapai. Struktur bersifat
relatif stabil (tidak berubah) statis dan berubah lambat atau memerlukan waktu
untuk penyesuaian-penyesuaian. Menurut Stoner (1986), struktur organisasi dibangun oleh
lima unsur, yaitu: a) spesialisasi aktivitas, mengacu pada spesifikasi tugas
perorangan dan kelompok di seluruh organisasi atau pembagian kerja dan
penyatuan tugas tersebut ke dalam unit kerja, b) standarisasi aktivitas,
merupaka prosedur yang digunakan organisasi untuk menjamin kelayakan kegunaan
aktivitas, c) Koordinasi aktivitas koordinasi aktivitas adalah prosedur yang
memadukan fungsi-fungsi dalam organisasi, seperti fungsi primer dalam suatu
badan usaha, pemasaran, produksi dan penjualan merupakan faktor-faktor yang
secara langsung menunjang pencapaian tujuan organisasi, d) sentralisasi dan
desentralisasi keputusan, merupakan pengambilan keputusan mengacu pada lokasi kekuasaan
pengambilan keputusan, e) ukuran unit kerja mengacu pada jumlah pegawai dalam
suatu kelompok kerja.
Struktur
organisasi akan menjadi lebih jelas apabila digambarkan dalam bagan atau skema
organisasi. Pada struktur organisasi terdapat gambaran posisi kerja, pembagian
kerja, jenis kerja yang harus dilakukan, hubungan atasan dan bawahan, kelompok,
komponen atau bagian, tingkat manajemen dan saluran komunikasi. Struktur
organisasi menspesifikkan pembagian kegiatan kerja dan menunjukkan bagaimana
fungsi atau bagaimana kegiatan yang berbeda-beda itu dihubungkan. Struktur juga
menunjukkan hierarki dan struktur wewenang organisasi serta memperlihatkan
hubungan pelapornya.
Skema organisasi
memberikan penjelasan mengenai hubungan pelaporan yang dinyatakan sebagai garis
vertikal pada skema organisasi menunjukkan pada siapa suatu jabatan atau
seseorang individu harus melapor, menggambarkan lingkungan tanggung jawab,
alokasi tugas dan tanggung jawab setiap jabatan dalam organisasi.
Kegunaan skema
atau bagan organisasi untuk mengetahui besar kecilnya organisasi, garis saluran
weweang, berbagai macam satuan organisasi, rincian aktivitas satuan organisasi,
setiap jabatan yang ada, rincian tugas pejabat, nama dan pangkat golongan,
jumlah dan foto pejabat, kedudukan, dan penilaian terhadap kelayakan suatu
organisasi.
Struktur
organisasi lembaga pendidikan adalah susunan skema atau bagan yang
menggambarkan hubungan kerja yang membagi dan mengkoordinasikan tugas orang dan
kelompok agar menjadi suatu kesatuan dari berbagai segmen dan fungsi lembaga
pendidikan dengan tujuan untuk mencapai tujuan dari proses pembelajaran.
Pengorganisasian
lembaga penyenggara pendidikan menganut ketentuan nasional tentang jenis dan
jenjang pendidikan. Dalam UU nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan
nasional (Propenas) yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta)
dinyatakan adanya perintisan pembentukan Dewan Sekolah di setiap kabupaten dan
kota, dan pembentukan komite sekolah di setiap sekolah.
Berkenaan dengan
pengelolaan pendidikan, dikeluarkan Keputusan Menteri pendidikan Nasional nomor
044 tahun 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dewan Pendidikan
adalah badan yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan
mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di kabupaten dan kota.
Dewan pendidikan berperan antara lain:
Pemberi pertimbangan
(advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan
Pendukung (supporting
agency) baik berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan
Pengontrol (controlling
agency) dalam rangka transparasi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran
pendidikan
Mediator antara
pemerintah (eksekutif) dan DPR dengan masyarakat.
Komite sekolah
adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka
meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan
pendidikan, baik pendidikan pra sekolah jalur pendidikan sekolah maupun jalur
pendidikan luar sekolah. Peran komite sekolah hampir sama dengan dewan
pendidikan, namun cakupan ruangnya lebih sempit yaitu di satuan pendidikan.
B.
Jalur,
jenjang dan jenis pendidikan
Jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab IV Pasal 16)
Jalur pendidikan
adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam
suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab
IV pasal 31 ayat 1, 2, dan 3) Ada tiga jalur pendidkan yang berperanan dalam
pembentukan kualitas sumber daya manuasia, yaitu terdiri atas: pendidikan
formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan
formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya.
Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari
pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. Pendidikan
formal dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan masyarakat. Semua lembaga formal
diberi hak dan wewenang oleh pemerintah untuk memberikan gelar akademik kepada
setiap peserta didik yang telah menempuh pendidikan di lembaga tersebut. Khusus
bagi perguruan tinggi yang memiliki program profesi sesuai dengan program
pendidikan yang diselenggarakan doktor berhak memberikan gelar doktor
kehormatan (doktor honoris causa) kepada individu yang layak memperoleh
penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni.
Pendidikan
nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal juga
disebut pendidikan luar sekolah. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi
warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan
potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket
B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM),
lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar,
dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.
Pendidikan
informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan
belajar secara mandiri. Hasil pendidikan sama dengan pendidikan formal dan
nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional
pendidikan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 27 ayat 1 dan 2). Homeschooling atau yang
di-Indonesiakan menjadi sekolah rumah, merujuk pada UU No. 20 tahun 2003
terkategori sebagai pendidikan informal. Pendidikan informal adalah pendidikan
yang dilaksanakan oleh keluarga dan lingkungan. Kedudukannya setara dengan
pendidikan formal dan nonformal.
Hanya
saja, jika anak-anak yang dididik secara informal ini menghendaki ijazah karena
berniat memasuki pendidikan formal pada jenjang yang lebih tinggi, maka peserta
pendidikan informal bisa mengikuti ujian persamaan melalui PKBM atau lembaga
nonformal sejenis yang menyelenggrakan ujian kesetaraan. Hal paling khas yang
menjadi nilai lebih pendidikan informal dibandingkan model pendidikan lainnya
adalah, kemungkinan yang lebih besar akan tergali dan terkelolanya potensi
setiap anak secara maksimal.
Jenjang
pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan. Jenjang pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab
IV Pasal 14)
Pendidikan dasar
merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa
sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar
berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang
sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs),
atau bentuk lain yang sederajat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 17). Pendidikan
dasar merupakan pendidikan sembilan tahun terdiri dari program pendidikan enam
tahun di sekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan
pertama (PP Nomor 28 tahun 1990).
Sebelum memasuki
jenjang pendidikan dasar, bagi anak usia 0-6 tahun diselenggarakan pendidikan
anak usia dini, tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan
dasar. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 28 disebutkan bahwa : Pendidikan anak
usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, dapat
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau
informal.Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman
kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok
bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan
keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Pendidikan
menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan
menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah
kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah
aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan
(MAK), atau bentuk lain yang sederajat. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 18.
Pendidikan
tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup
program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat
menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi. (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab
IV Pasal 20).
Jenis pendidikan
adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan
pendidikan. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik,
profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 15)
Pendidikan
umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan
pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Pendidikan
kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik
terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya
adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Pendidikan
akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang
diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
Pendidikan
profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan
peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh
departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan
berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas
kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga
pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur
pendidikan formal dan nonformal.
Pendidikan
vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk
memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang
diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).
Pendidikan
keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan
pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan
berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk
lain yang sejenis. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 30)
Pendidikan
khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Peserta didik yang
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam
bentuk sekolah luar biasa/SLB).
C.
Kriteria
Keberhasilan Organisasi Lembaga Pendidikan
Kemandirian
sebagai tuntuan desentralisasi pendidikan (Tim Dosen AP, 2010 : 25) pada daerah kabupaten
dan kota lebih menekankan pada kemandirian dalam mengelola dan memberdayakan
berbagai sumber daya yang dimiliki untuk mengimplementasikan kebijakan yang
sudah ditetapkan oleh otoritas pusat dan propinsi. Melihat sumber daya yang
tersedia didaerah, maka setiap daerah berbeda-beda dalam menangani urusan
pendidikan. Perbedaan ini terlihat dalam mengorganisasikan instansi pengelola
pendidikan, sedangkan untuk mengorganisasikan lembaga penyelenggaraan
pendidikan tetap menganut ketentuan nasional tentang jenis dan jenjang pendidikan.
Pengorganisasian
sebagai proses membagi kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan
tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan
mengalokasikan sumberdaya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas
pencapaian tujuan organisasi. Oleh sebab itu, untuk
mencapai tujuan sebuah organisasi maka diperlukan kriteria keberhasilan
organisasi lembaga pendidikan (Nanang Fattah, 1996 : 71).
Kriteria
keberhasilan berfungsi untuk menentukan nilai suatu aspek dalam suatu komponen
tertentu. Pengelolaan suatu lembaga pendidikan yang efektif dan efisien
merupakan syarat mutlak keberhasilan organisasi tersebut. Tidak terkecuali
lembaga pendidikan yang juga akan semakin dituntut menjadi suatu organisasi
yang tepat sasaran dan berdayaguna. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
memerlukan suatu sistem pengelolaan yang profesional. Sebagai salah satu
komponen utama dalam sistem pendidikan, selayaknya sekolah memberikan
kontribusi yang nyata dalam meningkatkan kualitas SDM. Hal ini tidak terlepas
dari seberapa baik sekolah tersebut dikelola. Apabila sekolah dianalogikan
sebagai mesin produksi, maka kualitas output akan relevan dengan kualitas
mesinnya. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan (sekolah) merupakan
keberhasilan kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka
memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta
mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi
tanggung jawab untuk memimpin sekolah. Sehingga keberhasilan kepemimpinan pada
hakikatnya berkaitan dengan tingkat kepedulian seorang pemimpin terlibat
terhadap kedua orientasi, yaitu apa yang telah dicapai oleh organisasi
(organizational achievement) dan pembinaan terhadap organisasi (organizational
maintenance). Dengan pendekatan ini, keberhasilan seorang pemimpin dapat dikaji
dengan langkah-langkah atau cara: Pengamatan
terhadap produk yang dihasilkan oleh proses transformasi kepemimpinannya,
seperti:
Ø Penampilan
kelompok
Ø Tercapainya
tujuan kelompok
Ø Kelangsungan
hidup kelompok
Ø Pertumbuhan
kelompok
Ø Kemajuan
kelompok menghadapi krisis
Ø Bawahan
merasa puas terhadap pemimpin
Ø Bawahan
merasa bertanggung jawab terhadap tujuan kelompok
Ø Kesejahteraan
psikologi dan perkembangan anggota kelompok
Ø Bawahan
tetap mendukung kedudukan dan jabatan pemimpin
Ø Berkaitan
dengan hasil transformasi tersebut dapat dilihat pula beberapa hal, seperti:
v Pertumbuhan
keuntungan
v Batas
minimal keuangan
v Peningkatan
produk pelayanan
v Penyebaran
jasa pelayanan
v Target
yang tercapai
v Investasi
mengalami pertumbuhan
Pembelajaran
merupakan inti dan muara segenap proses pengelolaan pendidikan. Kualitas sebuah
lembaga pendidikan juga hakikatnya diukur dari kualitas proses pembelajarannya,
disamping output dan outcome yang dihasilkan. Oleh karena itu
kriteria mutu dan keberhasilan pembelajaran seharusnya dibuat secara rinci,
sehingga benar-benar measurable and observable (dapat diukur dan diamati).
a.) Kriteria
Keberhasilan
v Obyektivitas
absolut memang diyakini tidak akan diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, yang
diperoleh hanyalah tertekannya unsur subyektivitas seminimal mungkin. Hal itu
juga dipastikan terjadi dalam penyelenggaraan supervisi keterlaksanaan
Kurikulum 2004 di 40 SMA
v Dalam
rangka menekan unsur subyektivitas sekaligus mengoptimalkan nilai-nilai obyektivitas
dalam proses dan hasil supervisi keterlaksanaan Kurikulum di 40 SMA, maka
disiapkan kriteria kinerja/performansi/ keberhasilan semua aspek pada semua
komponen;
v Kriteria
keberhasilan berfungsi untuk menentukan nilai suatu aspek dalam suatu komponen
tertentu. Kriteria unjuk kerja langsung menentukan nilai komponen;
v Kriteria
keberhasilan disiapkan untuk setiap aspek pada semua komponen. Formulasi semua
kriteria kinerja/kriteria performansi/indikator keberhasilan ditentukan sesuai
dengan karakteristik aspek yang dinilai
v Kriteria
keberhasilan suatu aspek dalam suatu komponen tidak sama, baik dalam jumlah,
substansi, maupun karakteristiknya
1 komentar
Tulisan keren kak,saya penjual motor si Tulungagung, kediri dan Trenggalek. Perusahaan kamu terpercaya memiliki banyak investor dari cina
BalasHapus